BESAR PASAK DARIPADA TIANG

 Ibu muda cantik dengan badan yang semampai berjalan lenggak-lenggok bak peragawati menyusuri lorong lorong kelas di SD Suka Maju. Anak - anak SD Suka Maju biasa memanggil Ibu Mita. Mita Larasati nama panjangnya. Ibu Mita memang cantik, dengan parasnya yang mempesona didukung postur tubuh yang tinggi semampai, membuat Ibu Mita jadi guru primadona di SD Suka Maju. Tidak hanya disukai oleh anak-anak dan guru-guru SD Suka Maju saja, tetapi para pemuda dan bapak-bapak di Desa Suka Maju juga banyak yang kesengsem dengan kecantikan Ibu Mita.

 Tidak banyak yang tahu kalau Bu Mita sudah berkeluarga dan punya satu anak perempuan berumur 3 tahun. Penampilan dan berat tubuhnya yang selalu dijaga membuat Bu Mita seperti anak gadis yang sedang mekar mekarnya. Ditambah lagi dengan keramahan Bu Mita dan senyum yang siap ditebarkan kepada siapa saja yang ditemuinya . Membuat semua orang segan dan terpesona kepadanya.

Tidak ada tahu kehidupan keluarga Bu Mita, yang terlihat mereka bahagia. Bu Mita menikah dengan seorang pria yang cukup kaya dan terpandang. Bahkan diusia pernikahan mereka yang tergolong masih muda, mereka sudah punya rumah yang cukup besar dengan perabotan yang lengkap.

Pagi hari di Hari Senin yang cerah, anak-anak berlari lari di lapangan menunggu saat upacara tiba. Keceriaan anak anak pagi itu tidak seceria wajah Bu Mita. Ada pandangan sedih dan galau terlihat jelas di wajahnya. Senyum yang biasa sumringah pun, kini hilang berganti senyum yang sengaja dibuat buat tapi terasa hambar. Ada apa gerangan dengan Bu Mita? 

Di suatu kesempatan, kucoba menanyakan perihal kesedihan Bu Mita. Siapa tahu bisa menghilangkan  sedikit kesedihannya. 

" Bu...muka kok ditekuk kayak gitu, ada apa? Apa perlu nih gua bernyanyi biar Bu Mita yang cantik tersenyum lagi...." candaku pada Bu Mita. 

Bu Mita tersenyum kecut. Dia telungkup kan mukanya dan nangis tersedu - sedu. "Yey...malah nangis, jangan nangis dong Bu, ayo cerita ke aku, siapa tau aku punya solusinya"  kataku menenangkan.

" Bu...suamiku minta cerai" katanya sambil terbata-bata.

"Apa!!! Cerai!!! Nggak salah dengar nih..." Kataku kaget.

" Iya Bu...suamiku minta cerai" Bu Mita menegaskan.

" Apa masalahnya, apa nggak bisa dibicarakan baik-baik?" Tanyaku tak sabar.

" Banyak masalahnya, katanya aku terlalu boros lah, aku suka pulang telat lah, yang katanya kurang memperhatikan anak lah, masih banyak lagi." Kata Bu Mita sambil mengusap air matanya yang tersisa di wajahnya.

" Padahal aku kerja sampai sore kan untuk keluarga juga, aku beli baju, sepatu, bedak aksesoris sebagian juga uangku..." Kata Bu Mita menelungkupkan mukanya ke meja.

"Iya, aku tau, yang sabar ya Bu? Insya Allah ada jalan keluarnya" Kataku menenangkannya.

"Teeet....teeet...teeet..." Bunyi bel masuk berbunyi. Kami bersiap menuju ke kelas masing-masing.

"Yuk, masuk dulu, kasian anak-anak menunggu, kamu cuci muka dan dandan lagi, perlihatkan kepada anak-anak kalau kita baik-baik saja, meskipun ada banyak masalah" kataku.

"Ya, terima kasih atas nasehatnya" jawab Bu Mita lemah.

Hari berganti hari, Minggu berganti Minggu, keceriaan Bu Mita belum kembali. Dia masih kelihatan murung.

Pagi itu masih seperti biasa, Bu Mita datang ke sekolah dengan wajah murung. 

" Hai Bu Mit, semoga ada kabar baik hari ini" sapaku pada Bu Mita.

" Hai juga" jawab Bu Mita lesu.

Bu Mita langsung menarikku ke ruang UKS, langsung memelukku erat sambil nangis sesenggukan.

"Ada apa Bu?" Aku mulai khawatir. 

"Jangan-jangan..." Pikirku. Aku istiqfar menepis pikiran buruk. 

Perlahan Bu Mita melepas pelukan dan membuka hp.

" Bacalah" katanya lirih.

Aku membaca foto surat surat cerai yang ada di wa.

"Astaqfirullahal'adzim, yang sabar ya Bu!" Aku memeluk Bu Mita erat-erat. Bu Mita hanya mengangguk lemah.

"Terus rencanamu gimana, setelah pisah dengan suami" tanyaku selanjutnya.

"Aku mau pulang ke rumah orangtuaku, tolong nanti sore ke rumah ya, aku dibantu kemas-kemas barang"  Pinta Bu Mita.

" Oke Bu" jawabku

Sore hari aku sempatkan ke rumah Bu Mita. Ku lihat ke seluruh ruangan, tidak ada tanda-tanda suami Bu Mita di rumah. 

" Pak Dimas kemana Bu?" Ku coba menanyakan keberadaan suami Bu Mita.

" Tadi keluar, entah kemana, aku nggak tau dan nggak mau" jawab Bu Mita sekenanya.

"Terus kalau nanti, kamu keluar dari rumah ini, gimana pamitnya?" Tanyaku 

"Gampang lah, tinggal nulis di secarik kertas beres kan." Jawab Bu Mita santai

Aku hanya mengangguk setuju.

Hampir setahun Bu Mita berpisah dengan suaminya, banyak pemuda yang mendekatinya, tetapi tak satupun yang cocok di hatinya.

" Bu...aku punya kabar gembira..." Sapa Bu Mita padaku. Wajah Bu Mita berbinar-binar bahagia. 

" Kabar apa? Kamu baru dilamar yah?" Tanyaku tak sabaran.

" Yee bukan itu, kalau itu aku lagi nggak mikir." Jawab Bu Mita sambil memanyunkan bibirnya.

"Terus kabar apa dong?" Tanyaku tambah tak sabar.

"Sini tak bisikin" 

Aku langsung menyodorkan kuping kananku ke arah bibir Bu Mita.

" Selamat...kamu lulus P3K" jeritku penuh kegirangan.

" Iiih ..jangan keras-keras, aku malu" jawab Bu Mita.

"Ngapain malu, semua juga nanti akan tau" jawabku spontan.

" Terus...kita pisah dong tidak satu sekolahan lagi.. " kataku sedih.

" Iya, kan kita bisa chat - chatan dan ketemuan kapanpun kita mau, kita sahabatan selamanya yah?" Kata Bu Mita 

"Iya lah"  Jawabku.

Kami pun saling berpelukan.

Akhirnya aku dan Bu Mita benar-benar berpisah, Bu Mita bertugas di sekolah yang agak jauh dari kota kecamatan. Kami hanya bisa berkirim kabar lewat wa.

Upacara peringatan hari kemerdekaan RI dilaksanakan di kota kecamatan. Ramai sekali suasana di lapangan kecamatan. Hari ini tanggal 17 Agustus akan dilaksanakan upacara memperingati hari kemerdekaan Indonesia, semoga tampak bergembira dengan seragam masing-masing. Tamu undangan memakai pakaian adat dari berbagai daerah, tidak ketinggalan siswa dan guru memakai seragam adat, sebagian lagi memakai seragam PSH.

Tiba-tiba pandangan terpaku pada seorang wanita cantik yang berjalan lenggak lenggok bak peragawati berjalan di rerumputan. Semua mata tertuju padanya, tak terkecuali mataku yang menatap kagum akan keserasian dan glamaur baju yang dipakai wanita tersebut. Mataku tambah terbelalak setelah mengetahui pemilik tubuh indah yang jadi pusat perhatian kali ini.

" Bu Mita" panggilku spontan. Pemilik nama langsung menoleh.

" Hai...aku kangen" Bu Mita menghampiriku dan langsung memelukku.

" Cantik amat, nyewa dimana kostumnya" tanyaku. 

" Nyewa...nggak jaman lagi kali, belilah" jawab Bu Mita bangga.

" Hah...untuk kostum sekali pakai ini kamu beli? Pemborosan " jawabku protes.

" Mumpung ada uang Bu Guru, kita manfaatkan" jawab Ibu Mita.

"Iya iya lah...tapi hati - hati loh, jangan besar pasak dari pada tiang, bisa sengsara loh" jawabku mengingatkan.

Bu Mita hanya tersenyum manis.

Bulan berganti bulan, tahun berganti tahun, pertemananku dengan Bu Mita terus berlanjut, Bu Mita belum berumah tangga lagi, masih trauma dengan suami pertamanya yang super cemburuan. Gaya glamaur Bu Mita tidak berubah, apalagi sekarang sudah punya gaji sendiri. Bu Mita terbiasa membeli barang-barang branded. Rumah besar yang dulu ditinggalkan Bu Mita diserahkan untuk anaknya, sehingga Bu Mita menempati rumah yang dulu lagi. Sedangkan suaminya memilih tidak tinggal disitu lagi. Mantan suami Bu Mita khawatir anak semata wayangnya terlantar.

" Derrr...derrr..." Dering androitku mengangetkan ku yang sedang beristirahat.

 Ku angkat telpon yang ternyata berasal dari Bu Mita.

" Bu...ada dirumah sekarang? Aku ada di depan rumahmu ini." Suara Bu Mita ditelpon terdengar sangat ketakutan.

" Ya sini masuk" jawabku mempersilahkan.

Dengan sangat ketakutan Bu Mita merangsak masuk dan langsung mengunci pintu.

"Hei..kamu kenapa?" Kayak lihat setan aja.

"Eit diem dulu, boleh aku ngumpet disini dulu?" Kata Bu Mita lirih.

" Aku lagi dikejar kejar Depkoleptor"

Aku hanya mengangguk bengong.

"Tolong motorku disembunyikan, lihat kanan kiri dulu ya, kalau aman baru masukkan."

Aku cuma mengangguk tak berani berkata - kata.

Aku masukkan Bu Mita ke dalam kamar belakang dan kukunci dari luar. Aku keluar rumah dengan tenang, kutoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan tidak ada mata mata yang mengintai. Setelah aman, kumasukkan motor Bu Mita ke ruang dapur di belakang rumah.

Kusodorkan segelas air putih pada Bu Mita.

"Diminum dulu Bu, biar tenang" kataku

Bu Mita mengangguk dan meminumnya.

" Sebenarnya ada apa Bu Mita, kok kamu sampai dikejar-kejar Depkoleptor? " Tanyaku pada Bu Mita.

Bu Mita langsung menangis dan mendekapku erat.

" Ini semua salahku, aku tidak pernah mendengarkan nasehatmu dan juga nasehat suamiku dulu. Aku selalu boros dan tidak memperhitungkan pendapatan yang kudapat."

Ku biarkan Bu Mita mengeluarkan uneg-unegnya.

" Tolong aku diberi solusi untuk keluar dari masalah ini" pinta Bu Mita memohon padaku.

" Bu...yang penting sekarang kamu tenang dulu, istiqfar biar Allah yang kasih jalan keluar." Jawabku menenangkan.

" Iya Bu... astaqfirullahal'adzim" ucap Bu Mita berkali kali.

" Emang kamu punya utang berapa? Kok sampai tidak bisa bayar hutang." Tanyaku setelah Bu Mita merasa tenang.

" Aku punya dua hutang Bu, satu di bank BRI yang dipotong melalui gajiku sedangkan satunya di bank swasta yang kucicil dengan tunai. Depkoleptor tadi dari bank swasta yang hutangnya tidak kucicil 3 bulan". Panjang lebar Bu Mita menceritakan kronologi kejadian.

" Yang di bank swasta sekitar berapa juta Bu?" Janyaku selanjutnya.

" 50 juta Bu" 

" Waduh...banyak juga ya!" Jawabku.

" Iya Bu...gimana dong solusinya" Pinta Bu Mita merengek.

" Yang paling penting, hentikan kebiasaanmu yang konsumtif itu, terus jangan pernah hutang lagi, banyak ribanya tau" jawabku menasehati.

" Ya Bu, tapi aku harus gimana menghadapi Depkoleptor itu?" Tanya Bu Mita kebingungan.

" Bayarkan hutangnya bu" jawabku 

" Tapi aku nggak punya uang Bu.." wajah Bu Mita semakin kebingungan.

" Mau pinjam kemana lagi?" Tanya Bu Mita.

" Jangan pinjam hutang lagi, nanti semakin terperosok kamu, ehmmm kamu punya investasi apa yang bisa dijual, tanah, rumah atau perhiasan mungkin?" 

" Untuk mengakhiri hutang itu paling aman menjual investasi, gampang kalau sudah punya lagi bisa beli lagi" jawabku panjang lebar.

Bu Mita masih termenung bingung.

" Haa aku punya ide, apa kamu kembali rujuk dengan suamimu yang kaya itu, terus minta dilunasin hutangnya" jawabku sekenanya.

" Tak jitak jidat lu, malu lah" kata Bu Mita sambil tersenyum malu.

" Malu apa mau?" Godaku pada Bu Mita.

" Nggak...itu bukan solusi!" Jawab Bu Mita cepat.

" Aku punya rumah tapi itu punya anakku, perhiasan juga punya tapi mungkin tidak mencukupi untuk bayar hutang, tanah....eh aku hampir lupa, aku punya sepetak tanah yang sekarang lagi diolajboleh adikku, nanti aku tawarkan ke adikku, siapa tau adikku mau membelinya."

" Nah...itu solusi jitu" jawabku 

" Terima kasih ya solusinya" 

" Ya sama - sama, kedepannya hati - hati jangan sampai besar pasak dari pada tiang, belanjakan kebutuhan sesuai bujet yang dipunya, jangan melebihi, kalau bisa sambil nabung sedikit sedikit, lama lama menjadi bukit" 

" Iya Bu guru, terima kasih wejangannya" 

Aku tersenyum, kami pun saling berpelukan.







Komentar

Postingan populer dari blog ini

Festival Balon Udara Cappadocia Kearifan Lokal Wonosobo

RESUME PERTEMUAN KE 3 ( RAHASIA MUDAH MENULIS DAN MENERBITKAN BUKU UNTUK BERPRESTASI)

KENANGAN MASA KECIL