BAB IX

 BAB IX

MENGARUNGI BIDUK RUMAH TANGGA 

A. Masa Pernikahan dan Romantikanya

Pernikahan saya dengan mas Uut dilakukan di Desa Ajibarang Wetan RT 02, RW 01, Kec. Ajibarang, Kab. Banyumas pada hari Selasa, tanggal 30 November 1999. Namun pencacatan di akta nikah dilakukan oleh KUA Kec. Ajibarang pada hari Rabu, tanggal 1 Desember 1999, dikarenakan pada tanggal 30 November 1999, KUA Ajibarang sudah tutup buku. 

Pagi dini hari, rumah dinas Mas Uut yang berada di Kelurahan Kejajar, Kab. Wonosobo  diketuk oleh beberapa orang, mereka adalah orang-orang yang disuruh oleh bapak saya untuk menjemput saya dan Mas Uut. Sore hari kemarin, kami sudah diberitahu oleh keluarga bahwa kami akan segera menikah karena ada pesan yang sangat penting ( amanat ) dari kakek bahwa kakek saya berkeinginan untuk menikah sebelum meninggal, tetapi berhubung kakek sudah meninggal dahulu, maka tradisi di Banyumas, kami harus menikah di depan jenasah kakek.

Saya yang baru tiba di rumah dinas kemarin sore, sudah siap-siap untuk menunggu jemputan dari keluarga. Kami berangkat ke Ajibarang dengan menggunakan kendaraan mini bus yang dikendarai oleh Bapak Ahmad Amin, tetangga saya di Ajibarang.

Selama di kendaraan, kami banyak diamnya, perasaan saya nggak karuan antara senang dan sedih. Senang karena mau menikah dengan pujaan hati tetapi dilain hati sedih karena ditinggal oleh kakek selama-lamanya.

 Sampai di Ajibarang hampir subuh, semua rombongan langsung menuju ke masjid untuk melihat jenasah kakek dan menyolatkan jenasah kakek. Tiba waktu subuh, kami sholat berjamaah bersama. Setelah sholat saya dan Mas Uut berpisah, untuk menyiapkan akad nikah. 

Tepat jam 8, keluarga Mas Uut dan keluarga saya sudah berkumpul di masjid. Saya dan Mas Uut hanya mengenakan baju biasa, karena tidak ada persiapan untuk akad nikah. Hal itu tidak menyurutkan niat kami untuk melangsungkan pernikahan. 

Jam 8.30 seluruh anggota keluarga sudah berkumpul termasuk petugas nikah dari KUA Ajibarang. Pernikahan pun dilangsungkan tepat di depan jenasahnya kakek. Saya duduk di samping kelambu masjid, terharu ketika mas Uut mengucap ijab qobul, ada rasa bahagia yang amat sangat. Tetapi kebahagiaan itu saya tahan sebisa mungkin, karena  keluarga besar saya sedang berduka.

Selesai prosesi ijab qobul, upacara pemakaman jenasah kakek dilakukan. Kami semua berdiri di depan masjid untuk menghormati jenasah kakek untuk terakhir kalinya. 

Usai upacara pemakaman, keluarga besar Mas Uut berkumpul sekaligus bertakziyah di rumah saya.  Mereka saling mengakrabkan diri. Kami menghabiskan waktu di Ajibarang selama 2 hari, sambil menunggu surat nikah selesai. 

Hari-hari selanjutkan kami lalui di rumah dinas Mas Uut. Karena saya masih kuliah dan tinggal menyelesaikan skripsi, maka saya sering ke Jogja untuk menyelesaikan kuliah. Di awal-awal pernikahan kami sengaja memakai KB kalender biar tidak membahayakan rahim. Akhirnya setelah 7 bulan skripsi punya saya selesai dan wisuda. Selanjutnya saya tinggal dengan suami di daerah Kecamatan  Kejajar, Kabupaten Wonosobo. 

Ekonomi kami diawal pernikahan masih sangat memprihatinkan. Gaji suami yang tidak seberapa, tetap kami syukuri. Alhamdulillah, untuk urusan beras kami sudah dapat dari pemerintah, tinggal mengatur lauk dan sayur dengan sisa gaji suami. Kami juga bersyukur, hidup di desa yang mata pencaharian penduduknya bertani, sayuran hampir tidak pernah beli. Banyak tetangga yang memberi. 

Kehidupan kami pun tidak berjalan mulus, banyak aral melintang yang menghadang. Di mulai dari rumah dinas yang digusur untuk membuat kecamatan.  Kami pun pindah ke rumah dinas yang lain, tetapi Allah masih menguji kami, rumah dinas yang kami tempati pun digusur lagi untuk membuat lapangan. Kami berpikir, mungkin apabila kami pindah rumah kontrakan akan aman. Dengan berbagai pertimbangan kami pindah rumah kontrakan, hanya berlangsung 1 tahun, kami mendengar bahwa rumah yang kami kontrak sudah dibeli orang lain, padahal yang punya rumah kontrakan sudah janji untuk menjual rumah itu pada kami. Sakit hati tentunya, cuma di PHP oleh pemilik kontrakan. Kami akhirnya mencari kontrakan teman dekat yang lebih dipercaya, disinilah kami mengontrak sampai mendapatkan rumah milik sendiri. 

Pada tahun 2003, kami kedatangan temannya suami, Pak Suprapto namanya. Beliau menawarkan rumah miliknya untuk dijual kepada kami. Pak Suprapto dan istrinya mau pindah rumah yang lebih hangat di kota.

B. Usaha Ekonomi Penopang Keluarga 


C. Anak-Anak Sholeh Buah Cinta Kami 


D. Pola Pendidikan di Rumah Tangga Kami 


E. Target Hidup Rumah Tangga Kami 












Komentar

Postingan populer dari blog ini

Festival Balon Udara Cappadocia Kearifan Lokal Wonosobo

RESUME PERTEMUAN KE 3 ( RAHASIA MUDAH MENULIS DAN MENERBITKAN BUKU UNTUK BERPRESTASI)

KENANGAN MASA KECIL